Proses Sakral, Sarjana Sebagai Aset Negara

by -70 Views

Selasa, 2 Juli 2024 – 20:30 WIB

VIVA – Gelar sarjana merupakan predikat yang prestisius dan menjadi kebanggaan tersendiri. Dibutuhkan setidaknya empat tahun untuk mencapai gelar akademis tersebut.

Perjuangan yang berat harus dilalui oleh para mahasiswa untuk memahami dan memperdalam materi perkuliahan sebagai bekal pengetahuan setelah lulus. Mereka juga dilatih untuk memiliki berbagai keterampilan terkait sehingga dapat memberikan dampak bagi perusahaan tempat mereka bekerja nantinya atau bagi lingkungan dan negara secara luas.

Usaha yang dilakukan oleh mahasiswa nampaknya sia-sia ketika seorang siswi SMA muncul dalam sebuah video di TikTok yang memperlihatkan dirinya memakai toga lengkap dengan selendang bertuliskan gelar MIPA di belakang namanya, Selfiia Devita Sari, MIPA.

Tindakan tersebut langsung menarik perhatian netizen karena banyak tafsir penggunaan gelar MIPA yang tidak semestinya. MIPA merupakan fakultas jenjang pendidikan tinggi yang mencakup program studi eksakta, seperti Matematika, Kimia, Fisika, dan lainnya. Biasanya, mahasiswa MIPA akan menyandang gelar S.Si atau Sarjana Sains. Namun, dalam konteks video viral itu, MIPA merujuk pada jurusan di SMA, yaitu Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Banyak netizen mengomentari video tersebut dengan mengungkapkan pendapat mereka terkait skripsi dan tesis yang tampak seolah sia-sia karena seorang lulusan SMA dengan mudahnya memakai gelar MIPA. Seorang pengguna TikTok @itsannwi menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap penggunaan gelar MIPA oleh lulusan SMA.

Sebagai perempuan Universitas Indonesia, ia menjelaskan pandangan dari kekasihnya yang merupakan akademisi di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia. Menurutnya, acara graduation sarjana bukan sekadar perayaan atau pesta semata. Acara tersebut memiliki makna yang lebih dalam. Prosesi kelulusan sarjana dianggap sebagai acara pelantikan seorang mahasiswa untuk menjadi akademisi.

Menjadi akademisi berarti seseorang sudah memahami dan memiliki kemampuan riset serta pemahaman mendalam terhadap bidang yang dipelajari selama kuliah. Sementara pendidikan dari tingkat SD sampai SMA dianggap sebagai pendidikan dasar wajib yang harus ditempuh oleh setiap warga negara Indonesia sesuai dengan rekomendasi pemerintah.

Ada prosesi pemindahan tali toga dari kiri ke kanan yang dianggap sebagai momen sakral, sebanding dengan sumpah dokter setelah mendapatkan gelar dokter. Sumpah dokter merupakan sumpah etika yang harus dipatuhi oleh dokter dalam praktik profesi.

Ia juga mengungkapkan grafik tingkat pendidikan di Indonesia pada tahun 2022 yang menunjukkan jumlah lulusan Strata-1 yang relatif rendah. Dari grafik tersebut, ia menyimpulkan bahwa tidak semua orang di Indonesia memiliki kemampuan atau keistimewaan untuk menjadi seorang akademisi. Oleh karena itu, seorang akademisi seharusnya dihormati dan disegani.

Ia menyoroti dampak yang timbul saat masyarakat terbiasa dengan perayaan kelulusan siswa SMA, SMK, SMP, dan SD yang dibuat serupa dengan prosesi wisuda sarjana. Hal ini menyebabkan masyarakat menganggap gelar sarjana tidak setara dengan lulusan SD hingga SMA. Padahal, seharusnya akademisi dipandang sebagai aset negara yang penting dalam pengembangan negara.

Inti dari permasalahan penggunaan gelar MIPA oleh siswa SMA bukanlah tentang sebandingnya tingkat kesulitan mengerjakan skripsi antara sarjana dan SMA, tetapi lebih pada pola pikir masyarakat Indonesia yang kurang menghargai lulusan sarjana sebagai aset yang penting bagi kemajuan negara. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami perbedaan dan pentingnya peran seorang akademisi dalam pembangunan negara.