LEADERSHIP QUALITIES OF MY SENIORS (PART I)

by -141 Views

Terdapat pepatah yang mengatakan bahwa seorang guru sejati harus bangga melihat muridnya melampaui dirinya. Seorang guru sejati akan memastikan bahwa murid-murid dan anak buahnya lebih sukses daripada dirinya. Seorang guru sejati tidak akan ragu untuk membimbing muridnya untuk mencapai potensi penuh dan mencapai pangkat tertinggi demi kepentingan bangsa dan negara.

LENTINENAN JENDERAL TNI KEMAL IDRIS

Saya berusia 17 tahun ketika saya kembali ke Indonesia dari Eropa. Saat itu, Pak Kemal Idris sudah menjadi sosok TNI yang sangat terkenal. Pada saat itu, dia dikenal sebagai salah satu tokoh kunci rezim Orde Baru di awal pemerintahan Presiden Suharto. Pak Kemal Idris juga merupakan teman dari paman saya, Subianto, yang meninggal dalam Pertempuran Lengkong. Ketika saya bertemu dengannya, Pak Kemal Idris berkata kepada saya: ‘Saya adalah teman terbaik pamanmu. Pamanmu adalah seorang pria yang sangat berani. Jika pamanmu masih hidup hari ini, saya yakin dia akan menjadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad). Kamu harus mengikuti jejak pamanmu, Subianto. Dia adalah seorang pahlawan.’ Saya mengingat kata-katanya.

Setelah saya mempelajari lebih lanjut tentang sejarah hidup Pak Kemal Idris, saya memahami bahwa dia adalah sosok yang sangat patriotik, berani, lurus, dan terbuka. Batalyon Pak Kemal Idris adalah batalyon TNI pertama yang memasuki ibu kota setelah Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia.

Pada 17 Oktober 1952, Batalyon Kemal Idris terlibat dalam pengepungan Istana. Pak Kemal Idris merupakan sosok yang berani, sangat pro-rakyat, dan nasionalis teguh. Dia sangat membenci korupsi sehingga bahkan berani mengkritik atasannya, sehingga atasan sering menganggapnya sebagai “anak nakal”. Saya bahkan pernah mendengar Pak Harto menyebut nama Pak Kemal Idris dengan senyum sambil tertawa, ‘Iya, Kemal, iya… Kemal yang keras kepala.’ Tapi atasan-atasan Pak Kemal Idris selalu memaafkannya dan selalu melindunginya karena dia adalah seorang pria yang sangat berani dan mampu memimpin pasukannya melawan Belanda.

Kemal Idris bertempur melawan pemberontak selama tahun 1950-an dan 1965. Setelah pemberontakan G30S/PKI tahun 1965, dia menjadi kepercayaan Pak Harto di Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD) sebagai Wakil Kepala Staf. Setelah Pak Harto dipromosikan, Pak Kemal Idris menggantikan Pak Harto sebagai Pangkostrad. Kualitas Pak Kemal Idris yang saya ingat dan saya kagumi adalah sikapnya yang terbuka, ramah, dan humoris. Dia selalu jujur dan berpihak kepada orang-orang yang kurang beruntung. Tapi Pak Kemal Idris juga memiliki kelemahan. Dia adalah orang yang emosional dan sering membuat keputusan dan kesimpulan tergesa-gesa sebelum benar-benar memahami situasi. Terkadang, sifat ini membuatnya ke dalam masalah yang sebenarnya.

Selama hidupnya, dia sering memberikan saya nasihat. Setiap kali saya bertemu dengannya, dia selalu berbagi pengalaman dan kebijaksanaan. Saya mendapatkan banyak wawasan kepemimpinan dari padanya. Beberapa jam sebelum meninggal, ajudannya mengatakan kepada saya bahwa dia sangat sakit, dan saya mengunjunginya di RS Abdi Waluyo di Menteng, Jakarta. Di ranjang kematiannya, dia berbisik kepada saya, ‘Prabowo, teruslah berjuang.’ Kata-katanya terakhir kepada saya, ‘Jaga republik ini, terima kasih.’ Saya memberi hormat kepadanya, dan tiba-tiba air mata mulai mengalir di wajah saya. Itu momen yang penuh emosi. Pada saat itu, saya telah diberhentikan sebagai Pangkostrad. Saya dapat merasakan getaran jiwanya saat dia mengalami momen terakhir hidupnya.

LENTINENAN JENDERAL TNI HARTONO REKSO DHARSONO

Selama Orde Baru, Pak Ton adalah salah satu sahabat paling kuat Pak Harto. Dia berani membetulkan Pak Harto, mengkritik, dan mendorongnya untuk mendemokratisasi Indonesia. Dia menentang rezim otoriter dan berani mengkritik para senior dan rekan sejawatnya. Dia sangat populer di kalangan rakyat, mahasiswa, dan prajurit. Dia sering mengenakan topi Kujang. Dia muncul sebagai sosok pahlawan idola. Dia diidolakan oleh pemuda Jawa Barat dan gerakan pemuda akar rumput ibu kota Jakarta.

Lentinennan Jenderal TNI (Purn.) H. R. Dharsono dikenal oleh orang-orang dekatnya dengan nama panggilan Pak Ton. Pak Ton dan Pak Kemal Idris sangat dekat dengan keluarga saya, terutama dengan orang tua saya. Pak Ton juga merupakan teman dari paman saya, Pak Subianto, dan ayah saya, Pak Soemitro. Dia bertugas sebagai Atase Pertahanan di London. Dia juga memiliki karier gemilang di TNI. Dia merupakan sosok penting di Kodam Siliwangi, yang saat itu dikenal sebagai Divisi Siliwangi. Dalam operasi untuk menekan pemberontakan PRRI/Permesta dan DI/TII, Hartono Dharsono menonjol sebagai komandan batalyon. Ketika pemberontakan G30S/PKI terjadi, dia menjabat sebagai Kepala Staf Kodam Siliwangi. Akhirnya, dia menggantikan Mayor Jenderal Ibrahim Adjie, lalu menjadi Panglima Kodam Siliwangi dari tahun 1966 hingga 1969. Pada saat itu, dia berhasil memperkuat persatuan antara TNI dan rakyat. Dia sangat populer di kalangan rakyat, mahasiswa, dan prajurit. Dia sering mengenakan topi Kujang. Dia diidolakan sebagai sosok pahlawan, terutama oleh pemuda Jawa Barat dan gerakan pemuda akar rumput ibu kota Jakarta.

Selama era Orde Baru, dia merupakan salah satu pendukung paling kuat Pak Harto. Dia berani membetulkan Pak Harto, mengkritik Pak Harto, dan mendorong Pak Harto untuk mewujudkan Indonesia yang lebih demokratis. Dia menentang rezim otoriter dan berani mengkritik para senior dan rekan sejawatnya. Akibatnya, dia dituduh mendukung tindakan teror dan sempat dipenjara sebentar. Ketika itu, saya masih seorang perwira muda. Saya khawatir karena saya tahu dia difitnah mungkin oleh kelompok di Angkatan Darat yang tidak menyukainya. Saat dia dipenjara, saya masih Letnan Dua. Saat saya mendaftar kursus dasar spesifik bidang di Bandung, saya mengunjunginya dan bertemu keluarganya. Kemudian saat saya menjadi Kapten, saya menjadi Wakil Komandan Detasemen 81. Pada saat itu, saya bertanggung jawab membangun markas Detasemen 81 di Jakarta dan memilih kontraktor dan subkontraktor. Saya mendengar bahwa beberapa individu muda dari Bandung mendirikan perusahaan furnitur dan mendaftar sebagai subkontraktor interior untuk basis tersebut. Saya tidak ragu untuk menunjuk perusahaan tersebut. Kemudian saya dimarahi oleh salah satu perwira senior saya, yang mengatakan, ‘Di antara mahasiswa ITB yang mendirikan perusahaan…’

Source link