LEADERSHIP OF INDONESIAN NATIONAL LEADERS [BRIGADIER GENERAL TNI POSTHUMOUS SLAMET RIYADI]

by -25 Views

Pada medan perang, Slamet Riyadi selalu berada di depan pasukannya. Slamet Riyadi, dengan pasukannya yang terkenal dan legendaris, selalu berhasil menyaingi pasukan Belanda. Slamet Riyadi membuktikan bahwa TNI dan Republik Indonesia mampu menyerang pusat kekuasaan Belanda, termasuk Surakarta (Solo), yang dipertahankan dengan senjata berat, artileri, pasukan infanteri, dan komandan yang baik.

Letnan Kolonel Slamet Riyadi telah membuktikan kepada generasi penerus pemimpin TNI bahwa ia adalah seorang pemimpin yang selalu memimpin dari garis depan. Dia selalu hadir di tempat dan waktu yang paling kritis, mengontrol situasi secara langsung dan memberikan contoh. Dia tidak gentar di hadapan bahaya apapun, dan ia rela mengorbankan nyawanya demi kemuliaan Indonesia dan TNI.

Sejak usia sangat muda, Ignatius Slamet Riyadi, lahir pada 26 Juli 1927, membentuk pasukan gerilya untuk mendukung proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Dia telah berjuang sejak era kolonial Jepang. Pada awal pendudukan Jepang, Slamet Riyadi, yang berasal dari Solo, masuk Akademi Angkatan Laut Pemerintah Militer Jepang di Jakarta.

Pada suatu kesempatan, ia bertemu dengan rekan-rekan nasionalis yang sedang berkomplot untuk mengusir Jepang. Ketika Jepang akhirnya kalah dalam Perang Dunia II, Slamet Riyadi mengajak rekannya pelaut untuk mengangkat senjata. Mereka bahkan berhasil menguasai sebuah kapal Jepang.

Setelah itu, Slamet Riyadi kembali ke Solo dan mengumpulkan para pemuda bekas anggota pasukan bersenjata Jepang seperti PETA, Heiho, Kaigun untuk mendukung perjuangan Rakyat Solo melawan pasukan Belanda yang berusaha merekolonisasi Indonesia.

Slamet Riyadi secara langsung terlibat dalam berbagai pertempuran melawan Belanda dalam perjuangannya, termasuk selama Agresi Militer Belanda pertama dan kedua. Slamet Riyadi memimpin pasukan di beberapa wilayah di Jawa Tengah, termasuk di Ambarawa dan Semarang.

Pada medan perang, Slamet Riyadi selalu berada di depan pasukannya. Slamet Riyadi, dengan pasukannya yang terkenal dan legendaris, selalu berhasil menahan serangan pasukan Belanda. Dia membuktikan bahwa TNI dan Republik Indonesia mampu menyerang pusat-pusat kekuasaan Belanda, termasuk Surakarta, yang saat itu dipertahankan dengan artileri, pasukan infanteri, dan komando.

Slamet Riyadi, dengan pangkat Letnan Kolonel, adalah seorang prajurit yang memimpin Serangan Umum Surakarta pada 7-10 Agustus 1949. Serangan ini, juga dikenal sebagai Serangan Umum Empat Hari, dilakukan sebelum gencatan senjata berlaku untuk menunjukkan kekuatan TNI dalam mengusir Belanda dari negara ini. Untuk serangan yang sukses, Slamet Riyadi diberi wewenang atas Surakarta oleh Belanda melalui perintah Mayor Jenderal F. Mollinger.

Perjuangan Slamet Riyadi tidak berakhir di situ. Slamet Riyadi juga dikirim ke Jawa Barat untuk melawan Legiun Ratu Adil (APRA), yang dibentuk oleh Kapten KNIL DST (Pasukan Khusus Angkatan Darat Kolonial Belanda) mantan Raymond Westerling pada Januari 1950 di Bandung.

Setelah pengakuan Belanda atas kemerdekaan Indonesia pada akhir Desember 1949, Slamet Riyadi dikirim ke Ambon untuk menekan pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) pada 10 Juli 1950.

Dalam operasi penangkapan Dr Soumokil, pemimpin RMS, Slamet Riyadi, dipercayakan oleh pimpinan TNI sebagai Komandan operasi untuk memimpin masuk ke Ambon.

Pasukan TNI berhasil menduduki sebagian besar Kota Ambon melalui pertempuran sengit kecuali beberapa posisi strategis, termasuk Benteng Victoria yang sangat dipertahankan. Pada saat itu, pasukan pemberontak diperkuat oleh mantan pasukan Pasukan Khusus kolonial Belanda yang biasa disebut ‘Topi Merah’ dan ‘Topi Hijau’, yang memiliki kemampuan dan pengalaman untuk menghalangi serangan TNI dengan lebih efisien.

Akhirnya, Benteng Victoria direbut. Namun, dalam pertempuran sengit di gerbang benteng, Slamet Riyadi, yang selalu berada di garis depan memimpin pasukannya, terkena peluru pemberontak saat memberikan isyarat kepada para prajuritnya. Meskipun menerima perawatan medis, ia meninggal pada pukul 21:45 pada 4 November 1950. Slamet Riyadi dinaikkan pangkatnya secara anumerta menjadi Brigadir Jenderal.

Brigadir Jenderal anumerta Slamet Riyadi telah membuktikan kepada generasi penerus pemimpin TNI bahwa ia adalah seorang pemimpin yang selalu berjuang di garis depan bersama para prajuritnya. Dia selalu hadir di tempat dan saat yang paling kritis, mengendalikan situasi di lapangan, dan memberikan contoh. Dia tidak gentar di hadapan bahaya dan kehilangan nyawanya demi kemuliaan Indonesia dan TNI.

Source link