Pemerintah berupaya menurunkan tarif tiket pesawat selama musim peak season nataru dengan berbagai langkah, seperti pemotongan tarif jasa kebandaraan, diskon avtur, dan penurunan Fuel Surcharge. Harapan untuk menekan harga tiket hingga 9.9 persen atau setara dengan Rp157.000 per tiket di lintasan Surabaya-Jakarta serta menghemat Rp 472.2 miliar selama masa liburan NATARU. Namun, penurunan harga tiket ini menimbulkan pertanyaan terkait keselamatan dan kenyamanan penumpang pesawat, menyusul risiko tinggi dalam transportasi udara. Pengamat Transportasi Bambang Haryo menegaskan perlunya penyesuaian biaya keselamatan sesuai standar ICAO dan standarisasi kenyamanan minimum yang harus dipenuhi oleh perusahaan penerbangan. Dia juga menyoroti ketidaksesuaian beberapa pesawat dengan standar kenyamanan, seperti kurangnya fasilitas hiburan, kebersihan kabin yang kurang, dan seringnya terjadi keterlambatan. Harga tiket pesawat yang meningkat juga dipengaruhi oleh faktor kurs mata uang serta kondisi pasar, dengan kenaikan harga tiket biasanya terjadi saat peak season. Selain itu, kontribusi terhadap konektivitas transportasi publik murah juga menjadi perhatian, terutama di bandara yang belum memiliki transportasi publik lanjutan ke kota tujuan. Bambang Haryo menyoroti ketidaksesuaian tarif transportasi darat dengan tarif penerbangan, menyebabkan harga tiket pesawat dapat lebih terjangkau daripada transportasi daratnya. Dia juga menyoroti perbandingan harga tiket pesawat dengan tarif pengiriman barang melalui udara, yang membuat harga pengiriman barang terasa lebih mahal. Meskipun harga tiket pesawat di Indonesia dianggap masih relatif murah untuk menjamin keselamatan penumpang, perlu adanya evaluasi menyeluruh terkait aspek keselamatan, kenyamanan, dan harga dalam industri penerbangan.
Harga Tiket Pesawat Turun di Puncak Musim, Bambang Haryo: Penemuan Menjanjikan
