Harga Bitcoin adalah suatu hal yang sangat fluktuatif dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk sentimen pasar, regulasi pemerintah, dan perkembangan teknologi. Berita negatif seputar regulasi atau keamanan Bitcoin dapat menyebabkan penurunan harga, begitu juga dengan ketidakpastian ekonomi global yang dapat mempengaruhi minat investor. Perkembangan teknologi yang bersaing juga dapat memengaruhi harga Bitcoin, seperti munculnya cryptocurrency baru atau inovasi dalam teknologi blockchain yang dapat mengalihkan perhatian investor.
Selain itu, faktor-faktor makro ekonomi seperti inflasi, suku bunga, dan kondisi geopolitik juga memainkan peran dalam menentukan harga Bitcoin. Untuk memahami fluktuasi harga Bitcoin secara mendalam, diperlukan analisis yang cermat. Menurut data dari Coinmarketcap.com pada tanggal 25 Februari 2025, harga Bitcoin mengalami penurunan sebesar 4,14% dalam 24 jam terakhir dan turun 4,51% selama seminggu terakhir, dengan harga saat ini berada di posisi USD 91.985.
Ethereum juga mengalami koreksi yang lebih besar, dengan harga Ethereum turun 10,88% dalam 24 jam terakhir dan 8,89% selama seminggu terakhir, dengan harga saat ini mencapai USD 2.486,93. Koreksi pada harga Bitcoin dan Ethereum ini terjadi sejak hari Senin yang lalu, dimana mayoritas harga kripto mengalami tekanan dan disusul oleh kondisi pasar Wall Street yang lesu.
Menurut Neil Dutta dari Ekonom Renaissance Macro Research, risiko terhadap pasar tenaga kerja semakin meningkat dan ada beberapa indikasi perlambatan di sektor pendapatan riil dan pasar perumahan. Penurunan pengeluaran dari pemerintah negara bagian dan lokal juga menjadi perhatian. Meskipun konsensus pasar saat ini tidak memperkirakan adanya perlambatan ekonomi, dengan perkiraan median Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar 2,5%.
Neil Dutta juga menekankan bahwa ada risiko dominan terkait dengan pengetatan kebijakan moneter secara pasif yang dapat berdampak terhadap investor di pasar keuangan. Ia mengantisipasi potensi penurunan suku bunga jangka panjang dan penjualan saham karena semakin berkurangnya selera risiko di pasar. Menurutnya, tahun 2024 mungkin memberikan kejutan ke atas, namun tahun 2025 memiliki potensi kejutan ke bawah.