Seiring dengan berakhirnya kuartal pertama 2025, Bitcoin mengalami penurunan lebih dari 7%, menjadikannya kuartal terburuk sejak tahun 2020. Meskipun demikian, banyak analis meramalkan potensi pemulihan harga Bitcoin di kuartal kedua. Pada bulan Januari 2025, Bitcoin mencatat rekor tertinggi sepanjang masa dengan mencapai USD 108.786 atau sekitar Rp 1,8 miliar. Namun, kebijakan tarif ekonomi yang diterapkan oleh Presiden Trump menjadi pemicu penurunan tajam harga Bitcoin hingga mencapai USD 76.700 di beberapa bursa.
Analis merasa bahwa volatilitas pasar ini kemungkinan akan mereda dalam waktu dekat. Sina G, pendiri 21st Capital, optimis bahwa ketidakpastian pasar terkait tarif dan belanja pemerintah dapat diselesaikan dalam beberapa minggu ke depan. Potensi pemotongan pajak, deregulasi, serta suku bunga yang lebih rendah dilihat sebagai faktor yang berpotensi mendorong lebih banyak modal masuk ke dalam Bitcoin dan aset digital.
Selain itu, Aurelie Barthere, Kepala Analis Riset di Nansen, juga berpendapat bahwa ketidakpastian terkait kebijakan tarif kemungkinan akan mereda, terutama setelah Menteri Keuangan AS, Bessent, memilih pendekatan yang lebih pragmatis dalam negosiasi perdagangan. Meskipun ada potensi volatilitas tambahan akibat pengumuman tarif timbal balik antara AS dan Zona Euro pada 2 April, masih ada optimisme yang mengemuka.
Sejarah menunjukkan bahwa harga Bitcoin cenderung mengalami pemulihan di kuartal kedua, dengan rata-rata kenaikan sebesar 27% selama 13 tahun terakhir. Bitcoin juga telah mencatat keuntungan setidaknya dalam tujuh dari 13 tahun terakhir di periode yang sama. Dengan demikian, para pelaku pasar tetap memantau perkembangan ini dengan harapan bahwa Bitcoin akan kembali pulih di kuartal kedua tahun ini.