Kebutuhan Akan Pemisahan Fungsi Intelijen Dalam Negeri dan Luar Negeri

by -2080 Views

Pentingnya Pemisahan Fungsi Intelijen Dalam dan Luar Negeri

Jakarta: Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pertahanan dan Strategis Indonesia (Lesperssi) Rizal Darma Putra menekankan pentingnya pemisahan fungsi strategis antara intelijen dalam negeri dan luar negeri. Menurutnya, pemisahan ini perlu dilakukan mengingat kompleksitas ancaman yang dihadapi Indonesia saat ini.

“Pemisahan fungsi intelijen luar negeri dan dalam negeri sangat penting, begitu juga dengan kewenangan penegakan hukum bagi intelijen dalam negeri,” ujarnya dalam diskusi terbatas tentang restrukturisasi Badan Intelijen Negara (BIN) di Kampus Universitas Bakrie, Jakarta, Senin, 7 Oktober 2024.

Ia juga menyoroti potensi penyalahgunaan kekuasaan yang dapat terjadi di berbagai sektor, termasuk di BIN, karena tidak adanya wewenang yang jelas untuk melakukan investigasi terhadap operasi BIN. Rizal juga menjelaskan bahwa struktur lembaga BIN masih didominasi oleh elemen militer yang terlalu terkait dengan konflik kepentingan politik.

“Rekrutmen sebaiknya dilakukan secara silent recruitment, tidak hanya didominasi oleh lulusan STIN,” katanya.

Selain itu, aspek pengawasan menjadi isu penting dalam diskusi ini. Rizal menekankan bahwa tantangan pengawasan terhadap lembaga intelijen, khususnya BIN, sangat kompleks.

“Ada tiga bentuk pengawasan yang perlu dilakukan terhadap intelijen, yaitu pengawasan anggaran, operasi, dan regulasi. Namun, di banyak negara, pengawasan terhadap lembaga intelijen sering mengalami kesulitan,” ucap Rizal.

Ia juga menegaskan bahwa transparansi dalam pengawasan sangat penting untuk mengurangi potensi penyalahgunaan kekuasaan.

Sementara itu, peneliti BRIN Muhammad Haripin menekankan pentingnya penguatan BIN sebagai koordinator intelijen nasional, sesuai dengan UU Intelijen. Namun, ia menyatakan bahwa dalam praktiknya, fungsi BIN sebagai koordinator belum optimal.

“Penguatan dan penegasan peran BIN sebagai koordinator intelijen sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini,” katanya.

Menurut Haripin, proses rekrutmen dan pendidikan intelijen di Indonesia telah mengalami perkembangan signifikan, termasuk dengan adanya sekolah khusus, kurikulum, dan pengajar dari kalangan sipil dan peneliti.

Namun, ia juga menyoroti perlunya formulasi pola pendidikan yang lebih baik untuk intelijen guna menghindari politisasi di dalam BIN.

Haripin menambahkan bahwa tantangan utama dalam pengawasan terhadap BIN saat ini adalah kekosongan aturan yang mengatur kewajiban pengawasan, konflik kepentingan, dan kompleksitas ancaman yang dihadapi.

“Pengawasan yang efektif harus dapat mengurangi konflik kepentingan dan meningkatkan akuntabilitas anggaran BIN,” katanya.

Sementara itu, Direktur Riset Indo Pacific Strategic Intelligence Aisha Kusumasomantri menekankan perlunya penguatan intelijen luar negeri, terutama dalam menghadapi ancaman luar yang semakin kompleks, seperti destabilisasi politik yang dapat mempengaruhi keamanan nasional.

“Perkuatannya harus ditingkatkan karena ancaman eksternal semakin nyata,” ujar Aisha.

Sementara itu, Co-Founder ISDS Erik Purnama menyoroti bahwa struktur di BIN saat ini banyak diisi oleh personel militer yang karirnya stagnan. Ia juga menyoroti politisasi dalam rekrutmen di STIN yang memengaruhi kualitas SDM di BIN.

“Diperlukan penguatan dalam bidang SDM, kelembagaan, dan sistem koordinasi untuk menghadapi tantangan yang ada,” ucapnya.

Dalam aspek struktur kelembagaan, Direktur Riset Indo Pacific Strategic Intelligence Aira Kusumasomantri mengkritisi pergeseran BIN yang sebelumnya lebih diisi oleh kalangan sipil, namun kini didominasi oleh TNI dan Polri.

“Dari sembilan deputi di BIN, hanya satu yang outward-looking, sedangkan yang lainnya cenderung inward-looking. Padahal, ancaman yang dihadapi lebih banyak berasal dari luar,” ungkapnya.

Aditya Batara Gunawan, Ketua Program Studi Ilmu Politik Universitas Bakrie, menilai perlu adanya perubahan orientasi agar fokus pada ancaman eksternal dan penguatan peran sipil dalam intelijen.

Harapannya, diskusi ini dapat memberikan kontribusi dalam merumuskan pemikiran terkait restrukturisasi dan penguatan lembaga intelijen di Indonesia serta mengembangkan kajian intelijen di Program Studi Ilmu Politik Universitas Bakrie.

Sumber: https://www.medcom.id/nasional/peristiwa/GKdl31EK-pemisahan-fungsi-intelijen-dalam-dan-luar-negeri-dinilai-penting

 

Source link