Senin, 15 Januari 2024 – 20:19 WIB
Jakarta – Pusat Studi Kota dan Dunia (PSKD) mendesak pemerintah Indonesia untuk mengoptimalkan seluruh upaya diplomatik demi menghentikan genosida Israel di Gaza. Ini karena eskalasi konflik di Timur Tengah, yang disulut pembantaian di Gaza, akan mencekik perekonomian global yang ujungnya akan menekan ekonomi Indonesia.
Ketua Dewan Pengurus PSKD Dedi Supriadi mengatakan, serangan Amerika Serikat (AS) dan Inggris terhadap milisi Houthi di Yaman akhir pekan lalu akan mengeskalasi konflik di Laut Merah. Serangan AS tersebut, yang dipicu penghadangan Houthi terhadap kapal-kapal yang berlayar ke Israel, akan memunculkan dampak negatif ke perdagangan global. “Dan Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang bisa terkena dampaknya,” katanya, Senin 15 Januari 2024.
Dedi mengungkapkan, Laut Merah merupakan jalur pelayaran dunia yang sangat penting, memfasilitasi sekitar 12 persen perdagangan global dan sekitar 30 persen lalu lintas peti kemas global. Laut yang menghubungkan Laut Mediteriania dan Samudera Hindia itu juga merupakan urat nadi perdagangan Asia dan Eropa, dengan 40 persen aktivitas perdagangan antara dua benua melewati laut tersebut.
Meningkatnya konflik di laut sempit yang memisahkan Semenanjung Arab dan Benua Afrika itu sudah menyebabkan gangguan pada pelayaran dunia. Perusahaan pelayaran Maersk, Hapag-Lloyd, dan MSC misalnya, sudah mengumumkan untuk menghentikan pelayaran di Laut Merah dan mengubah rute pelayaran menjadi memutari Benua Afrika, yang memperpanjang jarak perjalanan hingga 6.000 km, menambah waktu pelayaran 10 hari, dan meninggikan biaya pelayaran hingga $1 juta.
Premi asuransi pelayaran yang melewati Laut Merah saat ini sudah melejit 10 kali lipat. CMA CGM, perusahaan pelayaran terbesar ketiga di dunia, sudah menaikkan tarif kargo mereka dari Asia ke Eropa hingga dua kali lipat. Sementara perusahaan minyak BP telah menghentikan semua pengiriman minyak dan gas melalui wilayah tersebut.
Biaya pelayaran punya kontribusi yang besar dalam inflasi global. Selama pandemi Covid-19, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan kemacetan rantai pasokan global menambah sekitar 1 poin persentase terhadap inflasi dunia. Pada masa normal, biaya pengapalan menyumbang sekitar 7 persen terhadap biaya impor jarak jauh. Angka ini melonjak hingga 25 persen selama gangguan akibat Covid.
Dengan kata lain, menurut Dedi, meningginya ongkos pelayaran ini akan menyebabkan kenaikan harga minyak, bahan pangan, dan komoditas global lainnya, yang ujungnya akan mengerek inflasi impor (imported inflation). Tahun lalu, inflasi global memang melandai, dengan Indonesia mencatatkan inflasi terendah selama dua dekade terakhir, akibat bank sentral seluruh dunia ramai-ramai menaikan suku bunga demi menekan permintaan. Namun, konflik di Laut Merah saat ini bisa kembali mengganaskan inflasi.
Dengan 57% populasi dunia tinggal di perkotaan pada 2022, Dedi menguraikan, terganggunya rantai pasokan komoditas pangan dan energi dunia akibat konflik di Laut Merah akan menempatkan penduduk di kota-kota di dunia pada posisi yang sangat rentan, terutama di kota-kota negara berkembang yang porsi anggaran kaum urbannya masih dibelanjakan untuk kebutuhan mendasar sehari-hari seperti makanan.
Di Jakarta saja, sebagai kota dengan pengeluaran per kapita bulanan tertinggi di Indonesia sebesar Rp 2,53 juta, hampir 40 persen pengeluaran itu dibelanjakan untuk makanan. “Kenaikan harga bahan dan komoditas pangan dunia akan menekan penghidupan kaum urban, yang akan membuka ruang kerentanan sosial yang lebar di kota-kota di Indonesia,” katanya.
Ini lantaran tingkat kemiskinan di Indonesia sangat sensitif terhadap inflasi dan inflasi sangat sensitif terhadap kenaikan harga kebutuhan pokok. Hitungan Bank Dunia, setiap 10 persen kenaikan harga beras saja, akan menambah 1,2 juta orang miskin baru di Indonesia. Ini belum menghitung kenaikan komoditas pangan yang lain.
Serangan AS ke Yaman akhir pekan lalu tidak akan menggentarkan ataupun menghentikan penghadangan Houthi ke kapal-kapal yang berlayar di Laut Merah. Yang ada serangan AS tersebut bisa menimbulkan konflik yang lebih besar dan bencana kemanusiaan besar lain di Yaman, yang sudah menderita akibat perang saudara selama 20 tahun terakhir.
Tidak bisa tidak, pembantaian Israel di Gaza yang menjadi akar masalah dan menyulut konflik yang luas di Timur Tengah harus segera diakhiri. Pemerintah Indonesia harus menggunakan seluruh instrumen diplomasi dan hukum internasional yang tersedia untuk menghadirkan gencatan senjata dan menghentikan perang. “Jangan tunggu sampai dampak konflik ini datang ke kota-kota kita,” ujar Dedi.