Mengapa China Menolak Tuduhan Membangun Pangkalan Militer di Tajikistan?

by -255 Views

VIVA – Meskipun telah membantah sedang membangun pangkalan militer rahasia di Tajikistan, di daerah yang dekat dengan Afghanistan, tetapi laporan laman Inggris The Telegraph, mengacu pada citra satelit, menyatakan bahwa China telah membangun fasilitas militer di sana selama delapan tahun terakhir dengan cara membelah pegunungan di negara Asia Tengah tersebut.

“Saya dapat memberi tahu Anda dengan penuh keyakinan bahwa China berkomitmen pada kebijakan luar negeri yang independen dan damai, bahwa kami tidak memiliki pangkalan militer di Asia Tengah,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian dilansir The Hongkong Post. Penyangkalan pemerintah China ini mirip dengan bantahan terhadap laporan pada tahun 2014-15 tentang pembangunan pangkalan militer di Djibouti, Afrika.

“China terus membantah tengah berdiskusi untuk membangun pangkalan militer hingga dimulainya pembangunan (pangkalan militer) pada tahun 2016, tahun yang sama ketika Uni Afrika memperingatkan tentang pangkalan asing,” kata Pusat Studi Strategis Afrika, sebuah lembaga akademis di bawah Departemen Pertahanan AS. Institut Penelitian Pertahanan dan Keamanan Nasional Taiwan menyatakan bahwa China mulai membangun pangkalan militer di wilayah timur Tajikistan, dekat perbatasan dengan China dan Afghanistan pada tahun 2016.

Portal berita yang beroperasi dari Uzbekistan, Daryo.uz, juga mengonfirmasi bahwa China sedang mengembangkan fasilitas militer di wilayah terpencil dan pegunungan Tajikistan, yang berbatasan sepanjang 1.357 km dengan Afghanistan dan 447 km dengan wilayah barat Xinjiang, China yang didominasi Muslim Uighur. Daryo.uz mengatakan pengaruh China di Tajikistan terus berkembang, di mana lebih dari 700 perusahaan yang didanai oleh negara Asia Timur tersebut bergerak di berbagai sektor, termasuk pertambangan dan mineral. China merupakan investor asing terbesar dan mitra dagang utama Tajikistan.

Menurut Kementerian Luar Negeri China, perdagangan dua arah antara China dan Tajikistan mendekati $4 miliar pada tahun 2023. Baru-baru ini, sejumlah proyek gabungan China-Tajikistan telah dilaksanakan, termasuk pabrik semen di Yavan, Tajikistan, pusat demonstrasi teknologi pertanian di Khatlon, dan taman pertanian dan tekstil di Dangara.

Keterlibatan China dengan Tajikistan semakin meningkat menyusul kunjungan Presiden Xi Jinping ke Dushanbe pada tanggal 4-5 Juli. Selama kunjungan tersebut, Presiden Xi Jinping memberikan “Medali Persahabatan” kepada Presiden Tajikistan Emomali Rahmon dan meresmikan dua gedung, satu, Gedung Parlemen dan yang kedua, gedung pemerintahan di Dushanbe.

Dalam lawatan resmi Presiden Xi Jinping, kedua negara sepakat untuk lebih memperkuat kerja sama keamanan, bersama-sama menumpas terorisme, separatisme, dan ekstremisme, termasuk “Gerakan Islam Turkestan Timur”, serta menjaga keamanan perbatasan kedua negara.

Para pengamat urusan strategis mengatakan bahwa Cina memanfaatkan kekhawatiran pemerintah Tajikistan atas memburuknya situasi di Afghanistan untuk membangun sektor keamanan di negara Asia Tengah tersebut. Pembangunan pangkalan militer rahasia yang sedang berlangsung oleh Cina di Tajikistan mencerminkan pendekatan Beijing ini secara jelas, menurut para pengamat urusan strategis.

Mengungkap kerahasiaan atas pembangunan pangkalan yang dipimpin China di Tajikistan, South China Morning Post dalam laporannya pada 7 November 2021, mengatakan pangkalan yang diusulkan akan dikelola oleh Pasukan Polisi Bersenjata Rakyat, cabang paramiliter angkatan bersenjata China dan akan “bertanggung jawab untuk menjaga ketertiban umum dan memerangi terorisme selama masa damai.”

Realitas tentang pangkalan China di Tajikistan tercermin dalam artikel pakar keamanan Eurasia terkemuka, Temur Umarov. Dalam komentarnya lewat penelitiannya untuk portal Carnegie Endowment for International Peace, yang diterbitkan pada 31 Desember 2021, Temur Umarov mengatakan, “Secara teknis, Tiongkok memang tidak memiliki kehadiran militer di Asia Tengah: Situs-situs Tajikistan dibangun bukan oleh Tentara Pembebasan Rakyat, tetapi oleh Polisi Bersenjata Rakyat, unit paramiliter domestik yang bertugas menjaga ketertiban di masa damai. Namun, kewenangan yang diberikan kepada polisi bersenjata terus bertambah, dan dalam banyak hal menyerupai kewenangan militer.”

Ia lebih lanjut mengatakan bahwa polisi bersenjata China, yang bertanggung jawab untuk memerangi terorisme, tidak lagi bertanggung jawab kepada otoritas sipil. Sebaliknya, sejak 2018, pasukan tersebut berada di bawah kendali penuh Dewan Militer Pusat China, yang merupakan badan komando militer tertinggi yang dipimpin oleh Presiden Xi Jinping, kata Temur Umarov dalam tulisannya untuk Carnegie Endowment for International Peace.

Para ahli mengatakan, baik Dushanbe maupun China membantah laporan tentang pangkalan tersebut dan mereka melakukannya karena khawatir pangkalan itu dapat memicu protes besar-besaran di Tajikistan dan akan berdampak pada keterlibatan yang sedang berlangsung antara China dan Tajikistan, termasuk keamanan.

Bagi China, keterlibatan keamanan dengan Dushanbe merupakan prioritas utama karena akan membantu China dalam memerangi terorisme dan radikalisme di Afghanistan, negara yang dilanda kekacauan sejak kedatangan Taliban di Kabul pada bulan Agustus 2021.

Baca artikel VIVA Trending menarik lainnya di tautan ini.