Senin, 19 Agustus 2024 – 00:20 WIB
Jakarta, VIVA – Pakar hukum tata negara yang juga Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menilai permainan demokrasi di Indonesia sudah kotor. Apa penyebabnya?
Ini terkait berita panas tentang penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) penduduk untuk mendukung calon gubernur independen di Pilkada Jakarta 2024. Masalah ini pertama kali terungkap di media sosial.
Beberapa warga menyadari bahwa KTP mereka digunakan sebagai pendukung pasangan Dharma Pongrekun dan Kun Wardana, meskipun mereka tidak pernah memberikan izin.
Mahfud MD menegaskan bahwa pencalonan pasangan Dharma Pongrekun dan Kun Wardana harus dibatalkan, karena penggunaan data pribadi tanpa izin untuk kepentingan pribadi melanggar hukum dan norma etika. Menurut Mahfud, penyalahgunaan data pribadi untuk kepentingan politik adalah pelanggaran serius yang harus ditindaklanjuti secara pidana.
“Kalau mau jujur, mau objektif, itu harus dibatalkan dan dipidanakan, karena ada setidaknya tiga undang-undang yang serius yang dilanggar,” jelas Mahfud.
Mahfud menjelaskan bahwa pasangan Dharma Pongrekun dan Kun Wardana telah melanggar beberapa pasal yang melarang penggunaan dan penyebaran data pribadi tanpa izin sah dari pemiliknya. Selain itu, tindakan mereka juga dianggap melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Menurut Mahfud, ini merupakan pelanggaran berat yang membawa ancaman hukuman serius.
Dalam konteks hukum pidana, pasangan Dharma Pongrekun dan Kun Wardana juga berpotensi dikenakan pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Jika pemilik KTP merasa nama baik mereka dicemarkan karena pencatutan data, mereka dapat mengajukan tuntutan.
Mahfud juga menekankan bahwa kasus ini melibatkan pelanggaran hukum, sehingga polisi seharusnya segera bertindak tanpa perlu menunggu laporan resmi dari masyarakat.
Sebagai penutup, Mahfud mengusulkan agar penegak hukum, terutama polisi, segera menangani aspek pidananya, sementara warga dapat mengajukan gugatan secara perdata. Selain itu, ia menekankan pentingnya lembaga seperti KPU dan Bawaslu untuk bertindak tegas dengan membatalkan pencalonan pasangan tersebut.
“Polisi ambil pidananya, rakyat ambil perdatanya, lalu hukum administrasi pidana. Hukum-hukum administrasi itu tuas Pemilu dan Bawaslu untuk membatalkan ini, karena ini permainan demokrasi sudah kotor,” tutup Mahfud.